Seperti juga definisi umum tentang sensor di atas, sensor kimia adalah alat yang mampu menangkap fenomena berupa zat kimia (baik gas maupun cairan) untuk kemudian diubah menjadi sinyal elektrik. Seiring dengan kesadaran yang meningkat terhadap masalah lingkungan, perkembangan pesat dari industri yang berpengaruh pada gas emisi membuat permintaan akan sensor menjadi meningkat drastis.
Pasar sensor yang pada tahun 1998 berjumlah 1.5 milyar US $, pada tahun 2010 diprediksikan akan meningkat mencapai 2.5 milyar US $ [5]. Meskipun cakupan dari sensor kimia ini sangat luas meliputi seluruh zat-zat kimia, namun dalam perkembangannya yang sangat menonjol adalah sensor yang berkenaan dengan gas gas kimia seperti NO2, CO2, VOCs, Oksigen. Tidak heran jika banyak para ilmuwan yang juga menyebut sensor kimia ini dengan sebutan sensor gas.
Secara umum model sensor gas atau sensor kimia meliputi bagian penerima yang memiliki sensitifitas terhadap zat yang akan dideteksi yang dikenal dengan hidungnya sensor (sensitive layer/ nose parts/chemical interface). Bagian berikutnya adalah transducer, yaitu bagian yang mampu mengubah hasil deteksi tersebut menjadi sinyal elektrik.
Bagian penerima berfungsi menyeleksi dan mengubah sifat kimia yang dideteksinya menjadi energi yang bisa diukur oleh bagian transducer. Sedangkan bagian transducer berfungsi mengubah energi yang membawa sifat sifat kimia tersebut menjadi sinyal elektrik. Jika bagian penerima merupakan bagian yang mampu membedakan zat yang akan dikenalinya, maka bagian transducer ini bukanlah bagian yang mampu membedakan sifat sifat kimia.
Berdasarkan teknologi yang digunakan untuk mengubah zat kimia yang dideteksi menjadi sinyal elektrik, terdapat beberapa jenis sensor yaitu jenis sensor optik, sensor elektrokimia, sensor elektrik, dan sensor sensiitif berat. Karakteristik sensor ditentukan dari sejauh mana sensor tersebut memiliki kemampuan yang baik dalam mengenali zat yang ingin dideteksinya. Kemampuan mendeteksi zat tersebut ini meliputi:
- Sensitifitas, yaitu ukuran seberapa sensitif sensor mengenali zat yang dideteksinya. Sensor yang baik akan mampu mendeteksi zat meskipun jumlah zat tersebut sangat sedikit dibandingkan gas disekelilingnya. Sebagai gambaran sebuah riset dengan menggunakan material nano porous terhadap gas NO2 sudah mampu mendeteksi gas NO2 hanya dengan jumlah 300 ppb (part per billion), artinya sejumlah 300 partikel NO2 yang ada dalam 1 milyar partikel udara sudah bisa membuat sensor ini mendeteksi keberadaannya [4].
- Selektifitas, yaitu sejauh mana sensor memiliki kemampuan menyeleksi gas atau cairan yang ingin dideteksinya. Sifat ini tidak kalah penting dengan senitifitas mengingat gas atau cairan yang dideteksi tentunya akan bercampur dengan zat lain yang ada disekelilingnya.
- Waktu respon dan waktu recovery, yaitu waktu yang dibutuhkan sensor untuk mengenali zat yang dideteksinya. Semakin cepat waktu respon dan waktu recoveri maka semakin baik sensor tersebut. Beberapa gas berbahaya bahkan dapat sangat cepat bereaksi dengan tubuh manusia yang dapat berakibat sangat fatal seperti gas CO2 atau NO2 yang dalam hitungan dibawah 5 menit dapat mengakibatkan kematian. Karenanya kemampuan mendeteksi gas seperti ini harulah lebih cepat dari kemampuan gas tersebut beraksi dengan tubuh manusia.
- Stabilitas dan daya tahan, yaitu sejauh mana sensor dapat secara konsisten memberikan besar sensitifitas yang sama untuk suatu gas, serta seberapa lama sensor tersebut dapat terus digunakan.
Keempat sifat sensor ini merupakan sifat yang senantiasa diidentifikasi oleh para peneliti untuk mendapatkan sensor yang berkualitas baik. Di samping ke empat sifat di atas, terdapat dua sifat lain yang juga tidak kalah pentingnya terutama bagi sensor komersial yaitu konsumsi energi yang dibutuhkan untuk menjalankan sensor tersebut. Dan yang kedua adalah berapa harga yang dibutuhkan untuk memproduksi sensor ini. Sudah barang tentu tingkat konsumsi energi yang rendah serta harga yang murah menjadi harapan bagi industri sensor disamping sifat sifat sensor yang baik.